Pria Berhijab (Cadar): Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik yang Viral

Pria berhijab atau bercadar belakangan ini menjadi viral dan memicu perdebatan sengit di masyarakat. Fenomena pria berhijab ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keabsahannya dalam syariat Islam. Apakah praktik pria berhijab memiliki dasar hukum yang kuat atau justru bertentangan dengan ajaran agama? Mari kita analisis secara mendalam.

Secara fundamental, dalam ajaran Islam, perintah mengenai hijab atau cadar (niqab) secara spesifik ditujukan kepada wanita Muslimah. Dalil-dalil Al-Qur’an, seperti QS. An-Nur ayat 31 dan QS. Al-Ahzab ayat 59, secara jelas memerintahkan perempuan untuk menjaga kehormatan dan aurat mereka dari pandangan non-mahram.

Aurat pria dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yaitu dari pusar hingga lutut. Wajah pria tidak termasuk dalam batasan aurat yang wajib ditutup. Oleh karena itu, tidak ada satu pun dalil eksplisit dalam Al-Qur’an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan pria berhijab atau memakai cadar.

Dalam literatur fikih, para ulama dari berbagai mazhab pada umumnya sepakat bahwa cadar bukanlah pakaian yang dianjurkan atau wajib bagi pria. Bahkan, beberapa ulama menegaskan bahwa menyerupai lawan jenis adalah perbuatan yang dilarang keras dalam Islam.

Jika seorang pria memakai cadar dengan niat untuk menyerupai wanita, tindakan tersebut jelas bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Beliau melaknat pria yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai pria, menunjukkan penolakan terhadap perilaku ini.

Namun, penting untuk membedakan antara hijab atau cadar sebagai busana syariat dengan penutup wajah karena alasan darurat atau kebutuhan. Misalnya, jika seorang pria harus menutupi wajahnya untuk perlindungan dari debu, asap, cuaca ekstrem, atau bahaya lingkungan kerja.

Contohnya, pekerja konstruksi yang memakai masker pelindung dari polusi, atau seorang musafir yang menutupi wajahnya dari terpaan badai pasir. Situasi ini bersifat kasuistik dan merupakan tindakan pencegahan, bukan bagian dari syiar keagamaan.

Para ulama kontemporer dari berbagai belahan dunia Islam, setelah menganalisis dalil-dalil secara mendalam, umumnya tidak menemukan dasar hukum yang kuat untuk pria berhijab dalam konteks ibadah atau sebagai identitas keagamaan.