Di lingkungan pesantren, ilmu pengetahuan agama dan umum memang menjadi fokus, namun pembentukan akhlak mulia memegang peranan yang tak kalah penting. Santri dididik tidak hanya untuk berilmu, tetapi juga untuk menjadi teladan dalam setiap aspek kehidupan mereka. Dengan menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang kuat, pesantren berupaya mencetak individu yang mampu menjadi teladan bagi keluarga, masyarakat, dan bahkan bangsa. Proses panjang untuk menjadi teladan ini adalah inti dari pendidikan karakter di pesantren.
Akhlak mulia adalah cerminan dari keimanan dan ketakwaan seseorang. Di pesantren, pelajaran akhlak diajarkan secara terintegrasi dalam kurikulum formal (misalnya melalui kitab Ta'lim Muta'allim atau Bidayatul Hidayah) maupun melalui teladan langsung dari para kiai dan ustaz. Santri diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, berlaku jujur, disiplin, sabar, dan bertanggung jawab. Mereka juga dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu, menjaga lisan dari perkataan kotor, dan senantiasa berprasangka baik.
Praktik akhlak mulia ini terlihat dalam berbagai kegiatan sehari-hari santri. Misalnya, dalam budaya antre makan, santri belajar tentang kesabaran dan mendahulukan orang lain. Dalam kegiatan piket kebersihan, mereka belajar tanggung jawab dan gotong royong. Saat berinteraksi dengan teman, mereka diajarkan untuk menjaga tutur kata dan tidak saling menyakiti. Ketegasan dalam menerapkan aturan, seperti larangan membawa ponsel atau keluar tanpa izin, juga bagian dari upaya membentuk disiplin diri dan kejujuran. Pada sebuah laporan monitoring pendidikan karakter dari Kementerian Agama RI pada 18 Juni 2025, disebutkan bahwa santri pesantren secara konsisten menunjukkan tingkat kepatuhan dan integritas yang lebih tinggi dibandingkan siswa dari lembaga pendidikan umum lainnya dalam kasus-kasus pelanggaran tata tertib.
Lebih dari sekadar mematuhi aturan, santri didorong untuk menginternalisasi nilai-nilai akhlak mulia sehingga menjadi bagian dari kepribadian mereka. Mereka diharapkan mampu menunjukkan sikap hormat, sopan santun, dan rendah hati dalam setiap interaksi, baik di dalam maupun di luar lingkungan pesantren. Ini sangat penting karena setelah lulus, santri akan kembali ke masyarakat dan diharapkan mampu menjadi teladan dalam perilaku dan tutur kata. Mereka akan menjadi duta bagi nilai-nilai pesantren dan Islam.
Dengan demikian, pesantren adalah institusi yang holistik, tidak hanya mencetak cendekiawan, tetapi juga pribadi-pribadi yang berakhlak mulia. Melalui disiplin yang ketat, bimbingan para guru, dan lingkungan yang mendukung, santri ditempa untuk menjadi teladan yang mampu memberikan kontribusi positif bagi agama, bangsa, dan negara.