Pesantren di Indonesia kian berinovasi, banyak di antaranya yang kini mengadopsi sistem Dualisme Kurikulum, yakni memadukan kurikulum pesantren tradisional dengan kurikulum pendidikan nasional. Pendekatan ini menghadirkan tantangan tersendiri, namun juga menawarkan keunggulan unik dalam membentuk santri yang berilmu agama kuat sekaligus kompeten di bidang ilmu umum.
Tantangan Dualisme Kurikulum
Menerapkan Dualisme Kurikulum bukanlah tanpa hambatan. Tantangan utama adalah manajemen waktu yang sangat padat bagi santri. Mereka harus mengikuti pelajaran agama yang mendalam (seperti tahfidz Al-Qur’an, kajian kitab kuning, dan Bahasa Arab) di samping mata pelajaran umum (Matematika, IPA, Bahasa Inggris, dll.) sesuai standar nasional. Jadwal harian santri bisa dimulai sejak dini hari dengan tahajud dan setoran hafalan, dilanjutkan pelajaran formal di pagi hingga siang, dan diakhiri dengan kajian kitab atau ekstrakurikuler hingga malam. Ini menuntut disiplin tinggi dan ketahanan fisik serta mental. Contohnya, banyak pesantren yang menerapkan model ini memiliki jam belajar resmi dari pukul 07.00 hingga 14.00 untuk pelajaran umum, dilanjutkan dengan kajian agama dari pukul 16.00 hingga 22.00, dengan jeda untuk ibadah dan makan.
Tantangan lain dari Dualisme Kurikulum adalah kebutuhan akan tenaga pengajar yang mumpuni. Pesantren memerlukan ustaz/ustadzah yang tidak hanya menguasai ilmu agama secara mendalam, tetapi juga memiliki kualifikasi akademik untuk mengajar mata pelajaran umum sesuai standar pendidikan nasional. Selain itu, penyediaan fasilitas yang memadai untuk kedua jenis kurikulum—mulai dari ruang kelas, perpustakaan, hingga laboratorium—juga menjadi perhatian.
Keunggulan Dualisme Kurikulum
Meskipun ada tantangan, Dualisme Kurikulum ini membawa berbagai keunggulan yang signifikan. Pertama, lulusan pesantren akan memiliki bekal ilmu agama dan umum yang seimbang. Mereka tidak hanya fasih berbahasa Arab dan menguasai ilmu Fiqih, tetapi juga kompeten dalam sains, matematika, atau bahasa asing lainnya. Ini membuka lebih banyak pintu bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, baik di fakultas agama maupun umum. Sebuah data dari Kementerian Agama per Juli 2024 menunjukkan bahwa tingkat penerimaan lulusan pesantren dengan sistem dualisme kurikulum di universitas negeri meningkat 30% dalam lima tahun terakhir.
Kedua, sistem ini membentuk karakter santri yang holistik. Lingkungan pesantren yang mengedepankan disiplin, kemandirian, dan akhlak mulia akan terus membina santri selama 24 jam sehari, bahkan di tengah kepadatan jadwal akademik. Mereka akan terbiasa dengan kehidupan komunal, tanggung jawab, dan ibadah rutin, yang jarang ditemukan di sekolah formal biasa.
Dengan demikian, Dualisme Kurikulum di pesantren adalah upaya inovatif untuk mencetak generasi yang cerdas secara intelektual, kokoh secara spiritual, dan siap berkontribusi pada kemajuan masyarakat di berbagai bidang. Ini adalah investasi jangka panjang dalam membangun sumber daya manusia yang berakhlak mulia dan berdaya saing.